Ide Cerita dari Pantat Truk

Ketika memulai sebuah cerita fiksi biasanya kita berangkat dari sebuah kalimat yang berisi pesan moral (ide pokok), baru kemudian dikembangkan ke dalam sebuah cerita. Proses pencarian ide pokok ini bermacam-macam. Ada beberapa orang yang memilih untuk semedi dan mengurung diri di kamar, sambil baca buku, nonton TV, ada yang mabuk-mabukan dulu, ada yang olah raga dulu, atau pacaran dulu. Ada yang dapet ilhamnya cuma kalo lagi di WC, ada pula yang nggak sengaja ketemu di jalan: dalam bentuk kejadian di tengah jalan, dialog dengan orang yang mungkin bahkan tak dikenal, atau kalimat-kalimat yang tertulis di pantat truk sekali pun.

Nah, dalam rangka pencarian ide inilah gue mencantumkan kata-kata "bijak" di pantat truk dan bis yang sering gue temuin di jalan, atau diceritain sama temen. Jujur, nggak sedikit orang yang terilhami oleh kata-kata "bijak" di pantat truk dan bis itu sampai akhirnya jadi sebuah skenario yang menarik. Biasanya efektif untuk mengembangkan ide cerita yang menceritakan dunia masyarakat menengah ke bawah, tapi tidak menutup kemungkinan untuk tingkatan yang lain. Mungkin bisa membantu juga buat berpikir out of the box. ;) Semoga berguna.

Kata-kata "Bijak" Truk dan Bis:

Anda butuh waktu,kami butuh uang

Naik Gratis,Turun Bayar

Ma2ku 1/3 dis

THE ME anak IS 3

Jagalah jandamu

ANGAN DINIKAHI BILA SEGEL RUSAK

TABAH MENANTI

Ku Nanti Jandamu

SEKARANG BAYAR, BESOK GRATIS

WWW. APKTNTAJ.COM

Ber 2 1 7 an

MER - 123 - LUCK

THONK HE LOVE

be are the kill us all come fuck

BE YOUNG CARE ROCK

Alone By Must

Cintamu Tak Semurni Bensinku

Ja 500 Let

BURONAN MERTUA

on any book an plumb pleasant

BERSATU DI PANGKALAN BERSAING DI JALANAN

Bercinta di Bis Berpisah di Terminal

STREET FIGHTER

PUTUS CINTA… sudah biasa…
PUTUS ROKOK… merana…
PUTUS REM… matilah kita…

Cintaku Berat Di Bensin

MAN 7 jur

JUM’AT KELABU —> Trayek Ps. Jumat - Pd. Labu

Mencari nafkah demi desah

UCOK= Uang Cukup Ongkos Kurang

Lupa namanya, ingat rasanya

Enak tapi dosa

Istri goyang suami basah

pergi karena tugas … pulang karena beras..

rejekiku dari silitmu –> tulisan di truk sedot tinja

MATSIBISHA

cinta di tolak dukun terbahak

goyang pantura

Pulang malu, tak pulang rindu..

Cinta putus kimpoi pun tak jadi

JANDA BARU NENEN —> Trayek Juanda - Ps.Baru - Senen

JANDA 1/3 DIS

Do Now .. Casino … In Draw … War Cop DKI

bukan salah ibu mengandung.. .
salah bapak nggak pake sarung

LONG STREET OF MEMORY -> Sepanjang Jalan Kenangan

Ora Sama Bin Lain

besar di rantau, tua di jalan

tak sehina yang kau duga

ABANG YANG ENAK ADE YANG BERANAK

Kalau gadismu tak kudapat, jangan harap jandamu bisa lolos


Mungkin ada yang mau nambahin?

Format Skenario Dokumenter

Berdasarkan permintaan, gue bikin contoh format skenario dokumenter. Klik disini buat download format skenario dokumenternya. Gue pikir gue nggak perlu bikin sampe berpuluh-puluh halaman, jadi gue bikin cuma satu halaman ajah, yang penting di dalam satu halaman itu terdapat semua elemen yang kira-kira akan diperlukan oleh seorang penulis skenario dokumenter. Di dalam contoh format ini terdapat kolom narasi (disini gue pake dua buah subyek, in case subyeknya lebih dari satu). Jika dokumenter yang hendak dibuat menggunakan narator, ya tinggal ditulis narator. :)

Kemudian ada kolom visual, dimana semua informasi shot bisa dituangin didalamnya. Gue pake transisi dissolve (bisa ganti cut to, fade to black, dll), dan gue juga udah tulis contoh kepala scene, apakah interior atau eksterior. Tipe shot juga bisa ditulis jika dibutuhkan, seperti CU, MCU, MS, LS, dll.

Terakhir adalah kolom suara, sebagai guide buat bikin sound effect dan musik jika dibutuhkan.

Semoga contoh format skenario dokumenter yang sederhana ini bisa berguna.

Jenis Skenario Dokumenter

Skenario dokumenter, sebagaimana halnya skenario layar lebar dan sinetron, seringkali menjadi aspek yang disepelekan dalam proses pengerjaannya. Beberapa pemikiran menyarankan bahwa pembuatan dokumenter harus mengalir dan "hidup", dimana sang pembuat juga terlibat di dalam film, ikut mengalaminya selama pembuatan. Banyak pembuat film yang lain melakukan penyuntingan diatas kertas setelah syuting sebagai gantinya skenario. Proses-proses ini memang sudah berhasil dan bisa dilaksanakan pada berbagai tipe film, terutama ketika pembuat film merekam kejadian yang berada di luar kendalinya: bencana alam, kerusuhan, demonstrasi, dsb. Namun, selama proses tersebut berlangsung ternyata hampir semua pembuat film akan bertanya pada diri sendiri, "apa yang harus gue rekam ya?" Pada titik ini, memulai film dengan membuat skenario yang direncanakan dengan baik akan menjadi berguna, terlepas dari perubahan yang akan terjadi selama proses syuting. Persiapan ini bisa membuat film yang kita buat dari buruk menjadi baik, atau bahkan dari baik menjadi sangat baik.

Ada dua tahap penulisan skenario untuk dokumenter:
- skenario pra-syuting, atau shooting script
- skenario pasca-syuting

Skenario pra-syuting itu ibarat membawa sebuah peta ketika sedang melakukan perjalanan. Kita bisa berpapasan dengan rintangan, kejadian, atau kejutan yang tak terduga. Kita bisa menemukan daerah yang belum terjamah yang tidak terdapat di dalam peta. Kita bisa menentukan arah langkah kita, langkah berikutnya, bahkan langkah setelahnya lagi. Peta akan membantu kita supaya tidak tersesat. Shooting script adalah peta konseptual untuk petualangan syuting yang aan kita lakukan. Didalamnya terdapat riset dan outline (garis besar) kisah dalam film sebagai patokan syuting. Format dan elemen yang terdapat didalamnya sama dengan skenario pasca-syuting dan isinya bisa sangat lengkap atau hanya garis besar saja, tergantung dari informasi yang sudah dimiliki oleh penulis pada tahap tersebut.

Skenario pasca-syuting adalah versi akhir dari shooting script. Skenario ini biasanya hasil modifikasi dan penulisan ulang dari shooting script dan dibuat setelah syuting dan sebelum proses editing dimulai. Didalamnya merupakan pencampuran elemen-elemen konseptual serta informasi audio-visual yang dikumpulkan selama syuting. Pengalaman dan pengetahuan yang dikumpulkan pada saat produksi tersebut juga bisa dimasukkan. Skenario inilah yang menyulam semuanya menjadi cerita yang sinematik, yang kemudian digunakan oleh pembuat film untuk mengedit. Skenario tahap ini juga mencakup deskripsi shot-shot, aksi, dan kejadian secara mendetil.

Menulis Skenario Untuk Sinetron

Dalam suatu waktu ketika melakukan browsing via google, saya menemukan sebuah artikel yang menuliskan tips-tips untuk membuat skenario khusus sinetron. Didalamnya terdapat tips untuk membuat cerita yang bisa dijual untuk dijadikan sinetron berdasarkan analisa sang penulis artikel terhadap pola penceritaan dan style yang seringkali muncul di dalam sinetron di televisi-televisi Indonesia. Analisa tersebut tidak buruk dan bisa (saya tidak menyarankan) dijadikan acuan bagi mereka yang ingin menulis skenario untuk sinetron.

For this matter, please be responsible of what you write. Klik disini untuk tips menulis skenario sinetron.

Siapa Itu Copywriter?

Seorang copywriter adalah seorang komunikator yang baik yang bisa menjalin kata-kata untuk menciptakan citra didalam benak dan dengan lugas memproyeksikan dan mengekspresikan keuntungan dari sebuah produk, mengajak pembacanya untuk mengambil langkah berikutnya atau mengarahkan untuk melihat dari sudut pandang yang telah ditentukan.

Tujuan awal seorang copywriter sebenarnya sama dengan penulis yang lain: mendapatkan perhatian orang-orang. Perbedaannya terletak di tujuan akhir. Tujuan seorang copywriter bukan untuk menghibur, menyampaikan berita, atau menceritakan sebuah kisah. Mungkin saja di dalam sebuah copy terdapat salah satu elemen diatas, tetapi tujuan utamanya selalu menjual dan mengajak. Jika tidak ada penjualan atau ajakan, dan reaksinya pun tidak terlihat, berarti seorang copywriter belum melaksanakan tugasnya.

Copywriter yang keren berarti:

- Creative: dia bisa menganalisa hampir semua subyek dari sudut pandang yang berbeda.

- Smart: copywriter yang hebat bisa membuat diri sendiri tertarik dengan berbagai subyek baru dengan cepat, selalu haus akan ilmu pengetahuan apa pun, memiliki rasa penasaran yang tak terbendung terhadap cara kerja suatu hal, dan yang pasti, suka melakukan riset terhadap subyek itu secara mendalam.

- Good communicators: ia bisa menentukan kata-kata dan gambar yang tepat untuk menyampaikan keuntungan utama dari produk atau jasa tertentu,  serta memiliki kemampuan untuk menyampaikannya secara jelas dan lugas. Kemampuan ini datang dari ketertarikannya terhadap bahasa .

- Congenial: ia adalah orang yang empatik terhadap masalah orang-orang, serta mampu melihat dua titik pangkal dari argumen yang berseberangan. Ia tertarik pada manusia serta apa pun yang membuat manusia hidup dan bergerak.

- Good readers: copywriter gemar membaca. Tidak hanya  mempelajari copy yang ditulis oleh orang lain secara konstan, tetapi juga membaca buku dari semua bidang. Para copywriter yang terkenal pun mempelajari puisi.

- Trendy: up-to-date. Terbuka terhadap sesuatu yang baru.

- Disciplined: ia bisa mengatur beberapa pekerjaan sekaligus, memperhatikan setiap detil dan tidak pernah melanggar deadline!

Apa itu copywriting?

Selain film, televisi, dan sinetron, penulis juga bisa terjun ke dunia iklan. Menulis untuk iklan inilah yang disebut dengan copywriting. Walaupun sama-sama menulis, copywriting mempunyai tujuan akhir yang berbeda dengan menulis skenario lainnya.

Seperti yang ditebalkan pada kutipan di samping, copywriting adalah tentang salesmanship, penjualan. Tapi, sampai disini masih harus perlu diklarifikasi lagi karena masih banyak para copywriter yang menganggap pekerjaannya tidak lain yaitu memilah-milah kata untuk menjual produk.

Copywriting adalah seni dan ilmu menuliskan kata-kata untuk mempromosikan produk, bisnis, orang, atau ide, dengan teliti memilih, mengedit, menjalin dan mengkonstruksi kata-kata tersebut sehingga dapat mengajak/menggugah pembacanya untuk melakukan aksi tertentu yang diharapkan.

Jadi, kata "penjualan" diatas tidak hanya bermaksud menjual sebuah produk. Tujuan akhir dari copywriting bukan hanya menjual produk dengan sekali serang, tetapi juga mempengaruhi pembacanya untuk melakukan sesuatu. "Sesuatu" disini bisa berarti berlangganan (dari email hingga sms), menelepon nomor telepon yang tertera di layar, mengklik link (pada internet), mem-forward email, dan sebagainya. Setiap reaksi akan digunakan untuk meningkatkan penjualan lebih jauh lagi. Contoh termudah:

"Ketik reg, spasi nama, spasi umur, dan kirim ke 9XXX, kamu jadi bisa bla bla bla..."

kutipan oleh: Bruce Bendinger, dalam bukunya The Copy Workshop Book

Skenario 2001: A Space Odyssey

Lagi iseng-iseng browsing, nemu skenario 2001: A Space Odyssey buatan Stanley Kubrick dan Arthur C. Clarke! Dua orang jenius yang mampu membuat film yang menembus ruang, waktu, dan generasi. Sebagai catatan, skenario ini ditulis pada tahun 1965 dan filmnya baru rilis tahun 1968. Filmnya sendiri pada masanya dikabarkan mampu bertahan di bioskop Amerika hingga lebih dari satu tahun. Kalau penasaran sama skenarionya bisa download disini.

Tips Menulis Skenario

- Usahakan setiap paragraf tetap pendek, kalau bisa jangan lebih dari empat sampai lima baris. Mereka yang baca mungkin akan melihat paragraf yang panjang itu tapi tidak benar-benar dibaca.

- Dialog yang bagus ibarat jendela untuk masuk kedalam jiwa karakter yang kita buat. Dialog yang baik biasanya menggunakan bahasa yang umum digunakan tetapi mampu mengekspresikan suatu keinginan.

- Dialog yang sudah kita buat bisa kita baca dengan lantang untuk memastikan bagaimana kedengarannya nanti. Jika pembuatnya sendiri mengalami kesulitan, bagaimana dengan yang lain? Bisa jadi dialog itu tidak baik.

- Parentetikal (tulisan dalam tanda kurung pada dialog untuk mengarahkan sikap pemain) haruslah pendek, jelas, deskriptif, dan digunakan jika benar-benar dibutuhkan.

- Jadilah seorang penulis skenario, jangan jadi sutradara atas skenario yang kita tulis sendiri. Ini biasa terjadi pada orang yang sudah pernah melihat skenarionya difilmkan. Kita bisa merusak alur penceritaan yang kita buat sendiri jika kita sudah menggambarkan shot ketika menulis skenario. Tunggu skenario laku terjual, baru bisa diadakan negosiasi dengan sutradara yang akan menyutradarai skenario kita. 

- Tidak perlu repot-repot menuliskan OPENING TITLE di awal skenario dan ENDING/CREDIT TITLE di akhir. Kita tidak bisa memprediksi keinginan produser atau sutradara bagaimana mereka ingin memasukkan nama-nama kru di awal film, pada footage shot apa, berapa lama...

Tips Mengembangkan Ide

Banyak sekali orang yang sulit untuk memulai menulis cerita, dan akhirnya berujung batal, tidak jadi. Mereka adalah korban dari doktrin ajaran yang diterapkan dari kecil. Linier. Hasilnya adalah berusaha untuk mengembangkan cerita dengan pola linier: awalan, pertengahan, dan akhir. Dengan cara ini, pada titik tertentu penulis akan berada di tengah-tengah "padang pasir", tak tahu harus kemana lagi.  Kesulitan besar lainnya adalah perfeksionisme yang berwujud ketakutan atas penilaian orang lain DAN diri sendiri. Takut dibilang jelek. Perfeksionisme sebenarnya bagus pada titik tertentu: mengasah terus produk hingga mencapai bentuknya yang paling sempurna. Tetapi ketika diterapkan terlalu dini pada karya yang kita buat justru akan membunuh karya kita sendiri. Ada beberapa tips untuk menghindari hal ini:

  • Ambil selembar kertas putih besar dan tulis ide pokok yang paling utama yang hendak kita kembangkan di tengah-tengah. Ide ini bisa seperti, "kebahagiaan", "kemelaratan", "membina kembali hubungan", "krisis tidak percaya", "kesetiaan", atau apapun. 
  • Setelah itu, secepat anda bisa, tulis dan kelilingi ide pokok itu dengan kata-kata yang berhubungan, betapa pun melenceng atau anehnya kata yang muncul. Kata-kata itu akan terlihat seperti planet-planet yang mengelilingi matahari.
  • Pada setiap kata yang mengelilingi ide pokok, kelilingi lagi dengan kata-kata yang berhubungan dengan kata tersebut. Lama kelamaan kertas putih anda akan terlihat seperti tata surya deh.
  • Sekarang telitilah apa yang telah anda tulis dan ubah menjadi daftar yang mengelompokkan ide-ide itu berdasarkan kesesuaiannya dengan ide pokok.
  • Selama disibukkan oleh tulis menulis ini, segala macam solusi dari masalah awal anda akan terbentuk dengan sendirinya, dan anda tidak akan berada di "padang pasir" lagi.

Skenario sebenarnya ditulis tidak berdasarkan urutan konsep cerita, outline, atau awal-tengah-akhir. Walaupun seorang penulis skenario bisa saja bekerja seperti ini, akan lebih mudah jika dia mengerjakan scene-scene yang sudah tervisualisasikan di kepala lebih dulu, langsung buat outline agar bayangan scene di kepala tidak hilang, kemudian isi scene-scene yang masih kosong berikutnya, sembari mencocokkan dengan konsep awal.

Mengirim Naskah Skenario ke Production House

Tahap-tahap "penjualan" skenario yang udah dibuat sebenarnya hampir sama dengan naskah novel. Kita mengirimkan skenario ke Production House (PH), diproses, dan kalo diterima ya siap-siap dihubungi. Langkah-langkahnya:

  1. Siapkan print-out SKENARIO yang disertai dengan SINOPSIS GLOBAL, DAFTAR KARAKTER, JENIS CERITA, DURASI (WAKTU), dan SEGMEN PENONTON. Nilai lebih cerita yang kita punya dari film-film atau sinetron yang sudah ada juga harus dicantumin dong. Siapin juga BIODATA SINGKAT, ALAMAT dan NOMOR TELEPON yang bisa dihubungi. Kalo ada yang udah pernah ngirim skenario ke PH lain dan udah pernah tayang, cantumin di biodata judul karya, tanggal tayang bioskop, atau di stasiun televisi mana pernah ditayangin. Kalo ada data rating, penghargaan, atau prestasi tertentu juga cantumin sekalian. Jelas ini nilai lebih di mata produser.
  2. Kalo dikirim lewat pos, pastikan kolom isian buat pengirim dan penerima benar, supaya kalo terjadi sesuatu dengan naskah yang udah dibuat bisa dilacak.
  3. Kalo ada yang menyerahkan naskah langsung ke PH, minta tanda bukti penyerahan naskah dan tanyakan kepada siapa kita harus mengurus follow up naskah dan berapa lama akan dikabari. Biasanya lebih kurang 3-6 bulan. Makin besar PH yang dituju, makin lama pula waktu untuk menerima kabar.
  4. Buat yang baru mau nyoba ngirim, gue ga saranin lewat e-mail, karena kemungkinan dibacanya kecil banget.
  5. Jika sudah tiga bulan naskah dikirim dan belum ada kabar, tanya. Ada yang udah tiga bulan naskah masih belum disentuh, karena PH urusannya bukan cuma nyortir naskah.
  6. Alamat PH bisa dicari di internet. Nih beberapa alamat:
  • KALYANA SHIRA FILM: Jl. Bunga Mawar No. 9 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7503223, 021 7503225
  • MULTIVISION PLUS: Jl. KH. Hasyim Ashari Kav 125 B Blok C2 No 30-34; Kompleks Perkantoran Roxy Mas; Telp 021 6335050 hunting; Jakarta 10150
  • MILES PRODUCTION: Jl. Pangeran Antasari No. 17 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7500503, 021 7500739
  • MD PRODUCTION: Jl. Tanah Abang III/23A; Telp 021 3451777; Jakarta 10160
  • RAPI FILM: Jl. Cikini No 7; Telp 021 3857175; Jakarta Pusat
  • SALTO PRODUCTION: Jl. Sultan Syahrir No. 1C, Menteng, Jakarta Pusat; Telp 021 31925115
  • SINEMART: Jl. Raya Kebayoran Lama No. 17 D; Telp 021 5309228; Jakarta Selatan
  • SORAYA INTERCINE FILM: Jl. Wahid Hasyim 3 Menteng; Telp 021 39837555; Jakarta 10340

     7.  Sabar.


Kita bisa aja ngirim satu cerita yang sama ke beberapa PH sekaligus, tapi selain dibilang kurang etis, repot juga kalo skenario super-keren kita punya itu tiba-tiba di follow up tiga PH sekaligus. Repot kan? Repot lah.

Kita nggak mesti kenal Raam atau Manoj supaya skenario kita lolos dan di follow up. Selama skenario kita keren (di mata mereka), maka kemungkinannya akan selalu besar. But I gotta say this as in my other posts: jangan membodohi masyarakat dengan cerita yang nggak ada otaknya. Jangan jual diri pada ketololan.

Put all your might, brain, and heart into it. Please be responsible.

Jangan Asal Bikin Karakter, Riset Dulu!

Judul diatas ada tanda serunya satu, karena kondisinya sudah lumayan gawat. Karakter-karakter yang menari-nari di layar kaca atau pun layar lebar banyak sekali yang hanya sekedar imajinasi atau rekaan penulis skenarionya semata. Tidak ada riset yang mendalam. Riset, teman, riset. Kita butuh riset. Untuk menciptakan tokoh yang tolol pun kita butuh riset. Karakter boleh tolol, tapi filmmakernya jangan dong ah. Masa' gara-gara kejar tayang kita rela menjual diri kita pada ketololan?

Misalnya kita mau bikin karakter orang gila nih ya, apa cukup karakter itu didandanin kumel dan kucel, telanjang dan nari-nari di tengah jalan? Orang gila tuh banyak macemnya. Andrea Hirata sendiri dalam novelnya "Laskar Pelangi" bilang semakin terganggu jiwa seseorang, maka angkanya semakin kecil. Orang gila no. 12 lebih waras dari orang gila no. 11. Berarti ada tingkatannya kan? Gangguan jiwa itu aja ada macam-macam, belom ditambah kalo cuma gangguan kepribadian. Makanya kita perlu riset. Kalo ada penulis skenario yang bikin karakter nggak pake riset, gue bilang itu orang gila no. 1! Haha. Serius deh.

Film fiksi, ketika tidak disetir oleh plot, berarti disetir oleh karakter. Kita perlu menulis dulu SEMUA yang kita bayangkan dari karakter kita agar kita bisa mengenal karakter tersebut lebih mudah. Bikin daftar. Ini boleh dimasukin ke daftar:

  • Seperti apa rupanya?
  • Apa saja yang dipakai?
  • Apa yang disukai?
  • Dari mana asalnya?
  • Pengalaman yang melekat di hatinya?
  • Apa yang didambakan?
  • Apa yang sedang dikejar atau ingin diraih?
  • Pikiran apa yang sedang mengganggunya?

Semakin lengkap informasi maka akan semakin baik. Informasi yang sudah kita punya dari suatu karakter akan menjadi keputusan sang penulis untuk merealisasikannya dalam dunia penceritaan atau tidak. Karakter yang kuat akan membantu atau bahkan membuat plot. Sebaliknya, plot tidak akan membuat karakter. Perkuat lagi karakter yang mau dibuat! Tanyain:

  • Nama?
  • Usia?
  • Jenis kelamin?
  • Hobi?
  • Zodiak?
  • Berapa bersaudara?
  • Suku?
  • Pekerjaan?
  • Makanan favorit?
  • Minuman favorit?
  • Trauma?
  • Perjalanan cinta?
  • Orientasi seks?
  • Pengalaman seks?
  • dst dst.

Riset yang sebenarnya baru berjalan ketika kita sudah mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Contoh pertanyaan tentang nama. Misalnya ada karakter namanya Bambang. Kalo kita nggak punya riset yang cukup atau argumen yang kuat untuk menamakan karakter itu Bambang, boleh dong kita ganti Joko? Atau Slamet? Atau Cupetong? Why oh why do we name the character Bambang?

Maksud dari riset nama ini bukan untuk berfilsafat ha hu ha hu tentang nama. Paling tidak nama itu punya kontribusi di film lah. Jadi bahan joke pun sudah cukup, apalagi kalo ada nilai historisnya. Contoh bagus nih: Chandler Bing, salah satu karakter dalam serial Friends. Nama keluarga Bing berkali-kali disinggung dan dijadikan bahan lelucon di setiap serialnya, sekaligus merefleksikan keluarganya Chandler yang lumayan berantakan (bapaknya yang crossdresser dan ibunya yang kerja malam di bar-bar nakal). Lebih bagus lagi, Friends memiliki satu episode khusus untuk membahas nama keluarga Bing ini dan betapa Chandler sendiri geli kalo dia harus ngasih nama anaknya pake nama belakang Bing.

Riset diatas tidak hanya untuk nama saja; zodiak, pekerjaan, dll juga perlu. Semakin dalam kita melakukan riset maka akan semakin hidup karakternya, sampai-sampai penonton took for granted saja bahwa memang karakter itu ada dan hidup. Ingat Rambo? Rocky Balboa? Don Vito Corleone? Itu semua karakter rekaan, teman, tapi mengapa sepertinya begitu hidup? Ingat Cinta dalam sinetron Cinderella? Hehe. Enough said.

Jenis-jenis Skenario Film Fiksi II

Character-driven

Seperti namanya, character-driven scenario menggunakan karakter didalamnya untuk menyetir cerita. Untuk jenis ini, demikian pentingnya satu karakter dalam skenario tersebut sehingga tidak dapat digantikan dengan karakter yang lain. Berbeda dengan plot-driven scenario dimana peristiwa demi peristiwa datang menghampiri karakter utama demi penceritaan, justru keberadaan karakter itulah yang akan mendatangkan kejadian-kejadian. Setiap karakter (apalagi karakter utama) sudah sepantasnya memiliki deskripsi yang sangat mendetail, yang nantinya akan menjadi acuan bagi kemunculan peristiwa-peristiwa, satu demi satu.

Kalo belum 100% paham, mari kita coba buat satu karakter yang sangat mendetail:

Anto adalah seorang pria berusia 30 tahun, zodiak scorpio, homoseksual, gemar memasak, pernah pacaran sekali dengan seorang perempuan, dan setelahnya selalu pacaran dengan sesama laki-laki. Ia memiliki phobia terhadap perempuan. Sekarang ia berpacaran dengan Aryo, rekan kerjanya. Makanan kegemaran Anto adalah chicken cordon bleu, sementara minuman favorit adalah kopi tubruk. Pekerjaannya adalah tukang parkir di salah satu pasar swalayan. Secara garis besar, Anto bersifat melankolis sanguinis, introvert, dan hanya terbuka pada orang-orang terdekatnya. dst. dst.

Karakter ini akan menjadi sia-sia jika kita hendak membuat plot brutal berupa serangan alien, dan membuat Anto mati didalam serangan tersebut. Mungkin dalam adegan tersebut penonton hanya akan mendapatkan informasi bahwa ada seorang laki-laki kemayu yang berteriak "tolong!" sebelum ia ditembak mati oleh seekor alien.

Dari informasi karakter Anto diatas, kita sudah bisa membuat skenario film panjang, karena karakter tersebut sudah mendatangkan konflik sebelum perlu kita adakan. Kita bisa membayangkan aksi Anto sebagai tukang parkir yang memiliki dilema untuk menyembunyikan ketertarikannya terhadap sesama jenis, karena belum pernah ada sejarahnya tukang parkir homo bukan? Kenyataan bahwa dirinya takut perempuan juga akan mengundang plot tersendiri karena pelanggan pasar swalayan kebanyakan perempuan. Anto sebagai karakter utama akan menjadi poros berkembangnya skenario, dan inilah yang dimaksud dengan character-driven scenario.

Jenis-jenis Skenario Film Fiksi

Pertama-tama harus dibedain dulu istilah jenis skenario dengan jenis film. Jenis film, atau yang biasa dikenal sama orang dengan genre film, secara sederhana dapat dikatakan sebagai pengelompokan film dengan dasar tertentu, entah alur cerita, tingkat dramatik, adegan, kostum, mise en scene, dll, dll. Jadi kalo ada pocong didalam film itu, sudah bisa dipastikan genrenya horor. Ada duel koboi, berarti genrenya western. Genre bahkan bisa ditentukan lewat siapa yang main. Sylvester Stallone yang main berarti filmnya action. Kalo berminat kapan-kapan gue jelasin genre. Sekarang jenis skenario dulu.

Dalam film fiksi, skenario secara umum terbagi dalam dua jenis: plot-driven scenario, dan character-driven scenario. Ini artinya, cerita yang ada dalam skenario itu diarahkan oleh plot-plotnya atau oleh karakter-karakternya.

plot-driven

Sebagaimana yang udah pernah gue post, plot itu adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang ditampilkan ke dalam film. Klik sini buat nginget-nginget plot.

Jadi, senjata penulis skenario disini adalah plot. Untuk mencapai tujuan penceritaan, penulis skenario membuat satu kejadian, untuk dialami oleh tokoh utama, disusul lagi dengan satu kejadian, lagi dan lagi, hingga akhir cerita. Dengan dasar pemikiran seperti ini, bukan tidak mungkin karakter yang ada dalam cerita itu bisa kita ganti. Jadi kita tidak perlu repot-repot membuat karakter yang kompleks dalam cerita yang plot-driven.

Misalnya ada seorang laki-laki tua jenggotan, berbaju lusuh, mengidap penyakit kusta, istrinya baru meninggal dua tahun yang lalu, dan ia sedang kerepotan karena uang pensiun belum juga turun. Ia sedang duduk di taman pada malam hari, memikirkan nasib. Tiba-tiba ada sebuah UFO mendarat di taman itu. Dari UFO tersebut keluarlah alien yang mulai menembakkan senjata lasernya ke sekitar. Setiap tembakan laser langsung mendekonstruksi apapun yang dikenainya. Pohon, kucing garong, bangku taman, semua sirna. Melihat hal ini, sang laki-laki tua ngibrit. Melihat hal ini, si alien langsung mengejar laki-laki tua itu dan menembakkan lasernya. Laser tersebut berhasil mengenai, namun ternyata sang korban justru memantulkan kembali laser tersebut dan mengenai alien. Alien terdekonstruksi dan hilang bersama UFO. Ternyata pelindung laki-laki tua tersebut adalah cinta dari sang istri.

Dari cerita diatas bisa dilihat bagaimana gue dengan seenak jidat memasukkan peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal untuk dilalui si tokoh utama. Harusnya si tokoh utama mati, tapi gue kurang suka sad ending. Penulis skenario punya senjata peristiwa untuk dialami oleh si tokoh utama, tinggal tergantung peristiwa apa yang cocok dengan tujuan. Contoh diatas adalah contoh yang buruk jika tujuannya adalah sebuah pesan yang berbunyi "cinta sejati selalu melindungi". Tapi anggap saja pesannya demikian.

Sekarang, bagaimana seandainya si laki-laki tua itu kita ubah jadi seorang perempuan cantik? Atau mungkin anak kecil? Atau mungkin ustadz atau pendeta? Atau si buta dari goa hantu? Apakah akan ada perubahan dari cerita? Tidak teman, selama cerita tersebut diarahkan oleh plot, semua karakter bisa kita ganti, BAHKAN karakter utamanya. "Uang pensiun", "penyakit kusta", atau "istri yang meninggal dua tahun lalu" akan sia-sia karena tidak memiliki kontribusi dalam cerita. Iya kan? Yang dibutuhkan diatas cuma "serangan alien", "serangan berbalik", "tokoh utama dilindungi oleh cinta". Bahkan alien pun bisa kita ganti, cukup "serangan" saja. Alien bisa diganti predator, ikan hiu, pocong, bencong, yang penting sesuai dengan pesan.

Inilah plot-driven scenario. Menurut gue, contoh-contoh filmnya (ini bisa diperdebatkan), seperti The Happening, War of The Worlds, Tomb Raiders (serius, coba aja ganti Lara Croft sama cowok kemayu), dll. Your turn. ^^V

Character-driven scenario menyusul.

Biarkan Sutradara dan Aktor Berkreasi

Belakangan ini gue sering banget nonton sinetron di televisi (yang tentu saja nggak perlu gue kasih tau judul-judulnya), dan segala sesuatu yang diucapkan dari mulut si pemain (baik yang bisa akting atau pun yang nggak) adalah kontan apa yang ditulis di skenario. Pemain-pemain itu tidak begitu peduli dengan dialog yang mereka miliki karena mereka merasa hanya bertugas untuk mengucapkan dialog tersebut, walaupun dialognya sangat aneh dan keluar dari karakter. Contohnya, ada seorang karakter ibu-ibu kaya raya dengan mata belo, rumah mewah, banyak buku2 bacaan didalam rumahnya, termasuk lukisan-lukisan indah yang dipajang disana-sini, yang kebetulan jadi antagonis. Protagonisnya adalah anak tiri perempuan yang suka nangis.

IBU-IBU KAYA RAYA DENGAN MATA BELO YANG TINGKAT INTELEKTUALITASNYA TINGGI
(marah dengan mata membelalak)
Kurang ajar kamu ya! Setan macam apa kamu ada dirumah ini?!

ANAK TIRI YANG DOYAN NANGIS
(menangis histeris)
Bukan aku, bu! Aku dipaksa sama kakak tiri!

IBU-IBU YOU KNOW THE REST
(Menunjuk ke arah pintu)
Kamu goblok! Keluar dari rumah ini! Keluarrr!!


Mari kita kritik sepenggal skenario diatas. Fokus kepada karakter ibu: didalam dunia penceritaan sudah didesain bahwa sang ibu adalah seorang wanita yang memiliki kelas, sehingga setidaknya secara otomatis ia akan menyaring sendiri tutur kata dan sikapnya. Tapi dialog yang tertera adalah setan, goblok, dsb, dan percayalah, ini ada di sinetron kita, diucapkan dengan lantang dan akting yang berlebihan.

Tulisan dalam tanda kurung adalah petunjuk yang diberikan penulis skenario, dengan tujuan bukan untuk penekanan dialog yang ada dengan menggunakan aksi sehingga mempermudah pengarahan oleh sutradara, tetapi untuk menekankan sebuah aksi lain yang justru "terlepas" dari dialog, tetapi memiliki fungsi tertentu yang harus dipahami oleh sang sutradara. Jika misalnya "mata membelalak" dalam dialog marah-marah itu begitu penting dan memerlukan penekanan lebih (sehingga sutradara perlu membuat shot close-up mata), maka barulah ditulis didalam tanda kurung.

COWOK
Ng.. aku boleh nyium kamu nggak?

CEWEK
(melihat ke arah meja sebelah)
Ng.. jangan sekarang.

COWOK
(melihat ke arah yang sama dengan cewek)
Kenapa emang? Oh ya ampun.


Skenario yang baik adalah yang membiarkan segala sesuatunya terbuka untuk diinterpretasikan oleh aktor dan sutradara. Pemain akan ditantang kreativitasnya untuk menuturkan dialog yang sesuai dengan karakter yang akan ia perankan. Baik karakter cewek diatas pemalu atau pun dewasa, itu akan diwujudkan oleh pemain dan sutradara. Penulis skenario tidak harus menulis (malu-malu) diatas dialog untuk menyuruh sutradara mengarahkan adegan cewek yang malu-malu.

Akan kembali mengupdate blog

Stelah nyelesaiin Tugas Akhir kampus, gue baru bisa mengupdate blog ini lagi. Emang Tugas Akhir keparat itu banyak menyita waktu. Tanpa basa-basi gue akan langsung melanjutkan. So, kalo ada yang mau nanya seputar teknik pembuatan skenario, atau bahkan mungkin pembuatan film, tanyain ajeh.

Peace aja dulu.