Sembilan Pola Plot

Melengkapi pengelompokan situasi-situasi dramatik yang dibuat secara sederhana oleh George Polti, tiga puluh enam (plus satu) klasifikasi itu masih bisa disederhanakan kedalam kelompok pola seperti di bawah ini:

1. Pola cinta. Di sini pemuda bertemu gadis, pemuda kehilangan gadis, pemuda mendapatkan gadis lain sebagai penyelesaian cerita. Ini adalah formula yang didapat dari sekian banyak film.

2. Pola sukses. Pola ini berkaitan dengan perjuangan seseorang dalam mencapai kesuksesan. Perjuangannya akan tercapai atau gagal, sesuai dengan genre cerita yang dibuat.

3. Pola Cinderella. Ini adalah kisah kuno tentang “itik buruk rupa” yang nantinya menjelma sebagai gadis cantik. Jenis ini sudah lahir dalam aneka cara penceritaan yang tidak terhitung banyaknya. Kisah dari pola ini yang terkenal di Indonesia adalah “Bawang Merah, Bawang Putih”, dan “Lutung Kasarung”. Untuk pola ini, keterbatasan gender memang bisa dihilangkan, dan berdasar pada prinsip bahwa semua yang dipandang jelek, akan berubah wujud menjadi okay.

4. Pola segitiga. Hubungan cinta antara tiga protagonis telah muncul dalam sekian banyak cerita dalam film. Pola kisah yang kelihatannya “pasaran” ini justru bisa digarap menjadi cerita yang berkualitas. Contohnya, dengan penggarapan yang kreatif dari pola ini lahir film The Brief Encounter.

5. Pola kembali (return). Pola ini meliputi cerita-cerita seperti kembalinya si anak hilang secara dramatik, kembalinya ayah yang kabur, kembalinya raja yang akhirnya memerintah negaranya dengan sukses (ingat film peraih 11 penghargaan oscar dengan judul Return of the King?).
Kembali ke tempatnya yang lama menimbulkan problema-problema. Baik karena pada waktu perginya telah menimbulkan pertentangan, ataupun karena keadaan sudah berubah ketika si tokoh cerita kembali.

6. Pola balas dendam. Ini adalah pola dasar sebagian besar cerita misteri pembunuhan. Dan banyak film mandarin yang kita kenal sebagai film kungfu, juga bersumber pada pembalasan dendam. Banyak yang dimulai dengan disiksanya seorang pemuda oleh orang jahat, si pemuda berlatih bela diri pada seorang guru, setelah mahir ia membalas dendam; atau seorang guru terkalahkan, muridnya kemudian membalaskan dendamnya.

7. Pola konversi. Kisah seorang jahat yang berubah menjadi baik, atau sebaliknya. Salah satu kelemahan pola ini adalah terlalu cepatnya proses perubahan tersebut serta kurang kuatnya penyebab. Maka agar bisa mengubah seorang jahat menjadi baik atau sebaliknya diperlukan motif yang sangat kuat dan proses yang cukup panjang. Misalnya, kita bisa menanam informasi bahwa setelah sang tokoh insaf, ia terkadang masih suka melakukan perbuatan jahat dan tidak dapat menolak untuk tidak melakukan.

8. Pola pengorbanan. Pada pola ini seseorang dikisahkan mengorbankan kepentingan dirinya untuk menolong orang lain mencapai tujuan. Pola cerita ini menuntut adanya tokoh utama yang berwatak mulia. Maka penggunaan pola ini yang menonjol adalah pada kisah-kisah tentang jagoan atau pahlawan.

9. Pola keluarga. Kisah berlangsung dalam satu kelompok orang yang tergabung dalam suatu ikatan seperti keluarga. Umpamanya cerita dalam sebuah rumah sakit, di rumah jompo. Dalam kapal laut yang sedang berlayar (The Matrix Trilogy pun mengadapatasi pola ini). Kelompok keluarga di sini belum tentu terikat secara darah, melainkan juga karena kesamaan kepentingan atau kesamaan penderitaan. Para pasien dalam suatu ruang perawatan segera akan merasa terikat sebagai satu “keluarga” karena sama-sama berada dalam penderitaan dan usaha untuk sembuh. Begitu juga para dokter dalam sebuah rumah sakit.

0 comments:

Post a Comment