Pentingkah Informasi Gaya Kamera dalam Skenario?

Beberapa hari lalu, saya mendapat pertanyaan:

Saya mau nanya, penting ga sih nulis camera angle segala macem misalnya;
"PRANG! Kaca pecah, camera menyorot wajah pemain yang terkejut. Zoom In."

Ini pertanyaan menarik karena sebagai penulis skenario seringkali kita kehabisan kata-kata untuk menggambarkan imajinasi kita secara tertulis. Alhasil, kita menggunakan bahasa-bahasa teknis di dalam skenario kita. Berikut akan saya paparkan apa yang telah saya pelajari dari ilmu dan dari pengalaman.

Waktu kuliah dulu, saya diberitahu oleh dosen saya untuk tidak pernah menggunakan kata "kamera" dan istilah-istilah pergerakan kamera lainnya di dalam skenario. Menurutnya ini adalah intervensi penulis skenario terhadap kreativitas sutradara dalam berimajinasi dan menciptakan shot. Ada pula dosen yang menyarankan untuk mengganti kata "kamera' dengan kata "pandangan". Namun seiring berjalannya waktu, saya memiliki pendapat lain:

Hanya jika pergerakan atau posisi kamera tersebut demikian PENTING untuk dimasukkan ke dalam skenario dan dimengerti oleh sutradara anda bisa memasukkannya. Jika tidak terlalu penting, anda tidak perlu memasukkannya.

Misalnya, saya bermaksud membuat scene long take (satu shot panjang tanpa putus) seorang pejalan kaki di jalan raya. Karena menurut saya elemen long take ini adalah krusial, pada awal skenario saya sudah menuliskan kamera mengikuti pemain ke mana pun ia pergi (dan ditulis dalam huruf kapital). Dengan menuliskan ini, saya memiliki tanggung jawab untuk memberikan alasan kepada sutradara mengapa elemen long take tersebut krusial. Misalnya alasan saya adalah, "judul filmnya aja Long Take, kalo diambilnya nggak long take ya percuma dong Pak Sut!" Ini misalnya lho.

Mari kita bahas contoh awal:

"PRANG! Kaca pecah, camera menyorot wajah pemain yang terkejut. Zoom In."

Ada banyak cara untuk merealisasikan "wajah pemain yang terkejut", dan kamera menyorot plus zoom in termasuk salah satu cara yang sangat biasa dan bisa dianggap klise oleh sutradara yang biasa berimajinasi. Mungkin saja seorang sutradara ingin membuat dua shot, di mana yang satu adalah Medium Shot pemain, cut to Close Up wajah pemain. Atau ia ingin mengambil detil pergerakan tangan atau kaki atau rambut dari pemain. Bisa saja sutradara lebih memilih track in ketimbang zoom in. Belum lagi jika ia memutuskan untuk menggunakan handheld. Jadi ada banyak gaya dan imajinasi yang mungkin tak terpikirkan oleh anda.

Intinya, jangan batasi kreativitas sutradara untuk memilah shot dengan mematok posisi dan pergerakan kamera. Pilih sutradara yang kompeten, berikan ia ruang, dan percayakan scene-scene anda padanya. Jika anda sebagai penulis skenario juga bertindak sebagai sutradara, menurut saya anda bebas memasukkan style kamera yang anda inginkan, walaupun sebenarnya informasi type of shot, angle, lensa, dan camera movement, sudah memiliki tempat tersendiri di dalam director's shot.

Jika sudah sering bekerja sama, seorang produser juga dapat memperkirakan apa saja alat yang akan digunakan oleh sutradara dalam sebuah scene tanpa penulis skenario harus menulis informasi kamera.

Semoga bermanfaat.

Menculik Miyabi: Tema Tanpa Tanggung Jawab

Seringkali saya menitip pesan dalam artikel-artikel yang saya buat kepada para penulis skenario Indonesia bahkan dengan bahasa non-indonesia agar lebih yakin seperti be responsible this, be responsible that, dan ternyata saya menemukan kasus kontroversi seorang penulis skenario yang telah memiliki peluang untuk menulis skenario layar lebar (sekaligus bermain di dalamnya) dan memanfaatkannya untuk mendatangkan pemain bintang porno dari Jepang.

Ya, penulis blog idecerita dengan ini menyatakan diri kontra "Menculik Miyabi", bahkan sebelum film itu dibuat. Saya tak peduli dengan Miyabi, silakan datang ke Indonesia dengan atau tanpa busana, silakan nikmati pemandangan dan pantai di sini serta keramahan orang-orang Indonesia, silakan bermain dalam seratus atau seribu film Indonesia, lagi-lagi dengan atau tanpa busana, saya tak peduli. Tapi saya akan menyerang orang yang membuat skenario "Menculik Miyabi" dan film-film lainnya yang akan menggunakan cara sama untuk mencari sensasi sekaligus keuntungan, karena saya peduli, karena saya yakin penulis skenario film itu (baik sendiri atau tim) kurang atau bahkan tidak disiplin dalam hal tanggung jawab. Inti dari blog ini bukan berbagi ilmu untuk bisa menulis, tetapi berbagi ilmu untuk bisa menulis dengan tanggung jawab.

Sebelum memulai, saya punya beberapa pertanyaan yang mungkin anda bisa jawab untuk membantu saya mencerahkan kepala saya dari pikiran buruk terhadap penulis skenario "Menculik Miyabi":
1. Apakah tema dari "Menculik Miyabi" adalah "seseorang atau lebih yang menculik bintang porno karena suatu alasan"?
2. Jika jawaban nomor satu adalah tidak, lalu apa kira-kira temanya?
3. Jika jawaban nomor satu adalah ya, mengapa tema tersebut diangkat?
4. Apa kira-kira pesan moralnya? Jika tidak ada "moral"-nya, maka apa kira-kira "pesan"-nya? Jika tidak ada "pesan", apa untungnya bagi penonton? Apa untungnya bagi masyarakat?

Jika tujuannya adalah membangun citra perfilman Indonesia di mata dunia dan hal ini terbukti benar, maka saya akan berhenti menulis blog ini dan membuat blog tentang tips menulis skenario dengan bintang film porno.

Diketahui bahwa Maxima Pictures memang hobi membuat film sensasional, seperti "Kutunggu Jandamu" dan "Tali Pocong Perawan". Tapi membuat sensasi dengan mendatangkan artis porno? Tolonglah. Tolong peka sedikit dengan kondisi perfilman di Indonesia yang sedang berkembang dan klasifikasi penonton (Bawah Umur, Bimbingan Ortu, Dewasa, dll) yang masih sangat lemah. Tolong pikirkan manfaat dan mudaratnya.

Di luar sana banyak sekali bintang film porno dan di dalam sini banyak sekali production house yang haus akan keuntungan. Penulis skenario atau pencetus ide "Menculik Miyabi" telah membuka kesempatan untuk production house lain untuk meniru jejak "datangkan bintang film porno terkenal dan pakaikan ia baju! Yang penting kita sukses!" seandainya formula ini terbukti sukses. Sudahkah anda pikirkan ini? Sudahkah anda pikirkan mereka yang di bawah umur akan mencari tahu Miyabi melalui mesin pencari di internet? Akankah mereka menemukan manfaat di sana? Akankah pria dewasa menemukan manfaat dalam film anda? Bukankah bagi pria dewasa yang sudah akrab dengan pornografi lebih baik melihat Miyabi telanjang atau mengerjakan apa yang biasa ia kerjakan?

Mungkin saya terlalu berlebihan dalam memikirkan hal ini, tapi saya yakin masih banyak tema berguna yang bisa anda angkat sekaligus mendatangkan keuntungan. Hal ini pun sudah terbukti dari film-film berkualitas yang mampu mendatangkan jutaan penonton ke dalam bioskop. Masih banyak tema menarik yang bisa digunakan untuk mencari sensasi. Saya tidak akan bosan mengatakan ini: bertanggung jawablah terhadap skenario yang anda buat, karena efeknya dapat menjadi panjang dan dalam.

Jika film ini benar-benar dibuat, saya akan menontonnya sambil berharap omongan saya di atas salah, berharap bahwa memang ada makna positif dari sensasi kontroversial ini. Obyektif tetap menjadi nama tengah saya, namun entah mengapa saya merasa yakin saya tetap akan mengatakan penulisnya tidak becus dalam hal tanggung jawab setelah saya menonton film "Menculik Miyabi".

Biarkan koruptor diurus komisi pemberantas korupsi, biarkan teroris diurus densus 88 anti-teror, biarkan negara diurus pemerintah, biarkan dosa dan pahala diurus Tuhan. Tapi biarkan blog ini "mengurus" penulis skenario tak bertanggung jawab.

Silakan berikan komentar. Saya harap penulis skenario film "Menculik Miyabi" membaca artikel ini dan mau memberanikan diri untuk berkomentar untuk mencerahkan pikiran saya.

Membuat "Twist" Keren

Seperti yang telah saya janjikan, saya bermaksud membuat artikel tentang membuat twist yang keren, sekeren M. Night Shyamalan. Tanpa basa-basi, kita mulai.

Apakah anda mengira inti dari twist adalah ending, atau closure, atau resolusi yang tidak diduga-duga? Apakah menurut anda cukup dengan menekunkan pikiran pada akhir sebuah cerita yang anda miliki, anda akan mendapatkan twist yang tidak terpikirkan oleh orang? Jika anda berpikir demikian, maka anda sudah salah arah.

Inti dari twist bukanlah "ending tak terpikirkan", tetapi cerita yang dibangun untuk "mengalihkan perhatian" penonton. Dengan menggunakan cerita, dari awal anda sudah mengawal penonton menuju satu titik, sementara anda pergi menuju arah yang berlawanan. Mengerti?

Kita buat contoh. Misalnya anda memiliki sebuah cerita di mana tokoh utama harus memilih antara pergi ke Timur atau ke Barat. Setelah memperkenalkan tokoh, langsung anda sampaikan informasi bahwa tokoh ini memiliki pilihan. Lalu, dari seluruh adegan yang anda miliki dalam cerita anda, pilihlah adegan-adegan yang memuat informasi yang memiliki potensi untuk membawa penonton ke "barat". Tempatkan seluruh adegan tersebut di awal hingga tengah-tengah skenario anda, maka mereka akan pergi ke "barat" dengan tenang. Kemudian tempatkan adegan-adegan yang berpotensi memberi petunjuk bahwa anda sebenarnya menuju "timur" pada akhir babak pengembangan, yaitu setelah cerita mengalir lebih dari setengah jalan. Secara berkala, berikan petunjuk-petunjuk pada detil terkecil yang mampu anda pikirkan pada bagian ini. Pada titik ini, hanya penonton yang memperhatikan detil atau mengingat-ingat informasi yang telah mereka terima akan mengetahui bahwa anda sebenarnya menuju "timur", sementara yang lainnya masih terbuai di "barat". Akhirnya, letakkan informasi "saya sudah sampai di timur lho!" hanya pada klimaks, yaitu pada menit-menit terakhir sebelum cerita selesai. Tidak sulit bukan?

Jika dirangkum dalam film berdurasi 120 menit, pembagiannya kira-kira seperti ini:

0-5 menit kurang atau lebih : kenalkan karakter tokoh utama/masalah dalam film anda pada penonton.
5-10 menit kurang atau lebih: buat plot baru untuk mengalihkan perhatian penonton dari permasalahan tokoh utama.
10-80 menit kurang atau lebih: kembangkan cerita dengan plot baru, seakan-akan plot tersebut adalah plot utama milik tokoh anda. Sampaikan informasi yang "sebenarnya" sedikit saja pada tahap ini, misalnya dua hingga lima scene saja.
80-100 menit kurang atau lebih: informasikan permasalahan/tujuan utama tokoh yang "sebenarnya" dengan lebih kental.
100-110 menit kurang atau lebih: pastikan bahwa permasalahan "sebenarnya" sudah ditangkap oleh penonton.
110-120 menit kurang atau lebih: anti klimaks dan closure.

Jangan terbuai dengan ide yang anda pikir brilian yang anda dapatkan di awal pemikiran anda. Seringkali orang sudah girang dengan ide yang ia dapatkan, padahal ia baru saja berpikir sebentar. Percayalah, jika anda mendapatkan ide tersebut hanya dengan berpikir sebentar, maka ide tersebut tentu telah dipikirkan dan akan terpikirkan oleh jutaan orang lain, dengan berpikir sebentar pula. Banyak orang mengira ide "tokoh utamanya itu sebenarnya hantu lho! Udah mati dari taun jebot! Tapi penonton kagak ada yang tau!" itu sebagai ide yang brilian. Padahal ide briliannya terletak pada pendekatan anda, seperti halnya Sixth Sense (mengalihkan masalah Bruce Willis sebagai hantu dengan masalah baru, yaitu anak kecil dengan indra keenam) atau The Passenger, atau film-film hantu Jepang lainnya.

Kelas Menulis Skenario Film Bioskop dan FTV

Saya mendapat kabar dari www.skenario.org tentang adanya kelas menulis skenario. Kali ini pengajarnya adalah Armantono. Berikut informasi lengkapnya untuk anda yang ingin belajar menulis skenario:

Bagi yang berminat belajar film bioskop dan FTV adalah pilihan untuk mengambil kelas skenario ini. Dengan pengajar Armantono yang sukses menulis film-film box office seperti Heart, Love is Cinta, dan Virgin serta film-film bercita rasa seni tinggi seperti Opera Jawa, Rindu Kami PadaMu, Impian Kemarau, peserta akan diajarkan bagiamana menulis skenario yang baik sekaligus memahami karakteristik industri film dan televisi tanah air.

Armantono selama bertahun-tahun telah menjadi dosen tetap di IKJ. Bahkan saat ini, guru skenario dari penulis sukses Titien Wattimena ini menjabat sebagai wakil dekan bagian Akademik di institusi yang sama.

Jika mengambil kelas ini, di samping mendapatkan buku diktat yang disusun sendiri oleh Armantono yang tidak diperjualbelikan secara bebas, anda juga mendapat kesempatan untuk mengajukan cerita anda ke PH dengan bantuan Armantono. Tentunya jika cerita anda dianggap menarik dan "menjual".

Waktu Belajar : Setiap Sabtu pukul 13.30-15.30, mulai 24 Oktober 2009 selama 8 pertemuan.

Biaya Belajar : Rp. 2.284.900 (dapat diangsur 2 kali)
Diskon Rp. 200.000 (jika angsuran pertama dibayar sebelum 1 Oktober 2009)
Diskon Rp.100.000 (jika angsuran pertama dibayar 2-23 Oktober 2009)

Buruan daftar sekarang juga! Kuota partisipan sangat terbatas.


Informasi dan Pendaftaran :
Serunya Scriptwriting
Senin-Jumat Pkl 13.00 - 20.00 WIB
Sabtu pukul 13.00-18.00 WIB
STC Senayan lantai 4 No. 1002, Jakarta
021-97007900 / 081310033524
serunyaserunya@yahoo.com
www.skenario.org


Bagaimanapun juga beliau sudah berkecimpung di bidang penulisan skenario film cukup lama, dan dengan mengikuti program ini, saya pikir anda bisa memanfaatkan jaringan yang dimilikinya. Mana yang lebih mahal, ilmu atau jaringan? Apa jawaban anda?

Workshop Skenario "Bikin Cerita Unik untuk Film Pendekmu!"

Tidak semua orang yang terbiasa menonton atau menulis cerita film panjang, mampu membuat film pendek dengan baik. Hal ini dikarenakan film pendek mempunyai karakteristiknya sendiri yang khas sehingga dibutuhkan cara berpikir yang "berbeda" ketika mengerjakannya. Semua dimulai dari pemilihan ide cerita yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangannya.

Oleh karena itu SERUNYA SCRIPTWRITING WORKSHOP bekerjasama dengan CCF Jakarta menyelenggarakan pelatihan singkat penulisan skenario dengan

Tema : Bikin Cerita Unik untuk Film Pendekmu!
Waktu : Minggu 16 Agustus 2009 pukul 15.00-16.30
Tempat : Ruang Audio-Visual Galeri Nasional Indonesia,
Jl. Medan Merdeka Timur No. 14 Jakarta (depan Stasiun Kereta Gambir)



Workshop skenario ini termasuk dalam rangkaian acara pemutaran dan diskusi film pendek Courts–Circuits : Spécial à courts d'écran 2009 yang diselenggarakan oleh CCF Jakarta tanggal 14-16 Agustus 2009 di Ruang Audio Visual Galeri Nasional Indonesia.


Ajak teman-teman dan keluarga ke acara ini! Gratis!


Info lebih lanjut mengenai workshop skenario:
SERUNYA Scriptwriting
Selasa-Jumat (13.00-20.00), Sabtu (13.00-18.00)
STC Senayan lantai 4 nomor 1002 Jakarta
serunyaserunya@yahoo.com
021-97007900/081310033524
www.skenario.org



Informasi mengenai Courts–Circuits 2009
à courts d'écran
Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta
Jalan Salemba Raya no. 25 Jakarta Pusat 10440
Telepon/Phone (021) 390 77 16, 390 85 85
Fax (021) 390 85 86
acourtsdecran@ccfjakarta.or.id
http://acourtsdecran.wordpress.com
www.ccfjakarta.or.id

Kelas Menulis Skenario Sinetron

Pengen belajar dan mendalami pengetahuan di bidang penulisan skenario terutama skenario sinetron? Pengen tahu apa aja yang mesti disiapkan secara fisik dan pikiran ketika ingin menjadi seorang penulis skenario, terutama skenario sinetron?


Ikuti workshop penulisan skenario yang juga merupakan pertemuan pertama dari kursus penulisan skenario sinetron:

Tema : Dasar-dasar penulisan skenario (sinetron)
Pengajar : Luvie Melati
Waktu : Selasa, 18 Juli 2009 pukul 16.00-18.00
Tempat : STC Senayan lantai 4 nomor 1002 jakarta.
Investasi : Rp. 10.000,-


Kalau memang tertarik untuk melanjutkan kursus, tinggal lengkapi persyaratan administratifnya dan ikuti 7 pertemuan berikutnya dengan materi menarik sebagai berikut:

2. Mencari referensi cerita dan menggali ide, menghadapi kejenuhan dan kebuntuan ide dengan tekanan kejar tayang.
3. Membuat desain synopsis global.
4. Membuat cerita yang bisa di terima oleh penonton dan juga produser termasuk bagaimana menjual cerita ke produser.
5. Membuat keberlangsungan cerita yang menarik dan unik, pengenalan rating.
6. Bagaimana saat mengadapi kendala syuting di lapangan, tuntutan kerja, kerjasama tim.
7. Mendesain pilot skenario yang menarik dan thrailler.
8. Membuat perjanjian (kontrak kerja) dengan PH.

Seru kan? Makanya buruan daftar! Tempat terbatas hanya untuk 10 orang.



Info dan Pendaftaran
Selasa-Jumat (13.00-20.00), Sabtu (13.00-18.00)
STC Senayan lantai 4 nomor 1002 Jakarta
serunyaserunya@yahoo.com
021-97007900/081310033524
www.skenario.org





Luvie Melati adalah lulusan pendidikan Ekonomi UNJ, memulai menulis skenario sejak tahun 2006. Bergabung dengan tim penulis skenario sinetron. Saat ini menulis beberapa skenario striping antara lain Bawang Merah Bawang Putih (2006-per episode 81), Ratapan Anak Tiri (2006), Mimpi Manis (2007), Cinderella (2007), Azizah (2008), Tasbih Cinta (2008), Terlanjur Cinta (2009), dll.

Scriptwriting Workshop 2

Ketika kita menyampaikan ide kepada penyandang dana atau produser. Mereka akan bertanya, "ceritanya tentang apa?" Pertanyaan tersebut tidak membutuhkan jawaban panjang lebar. Hanya satu atau dua kalimat saja atau disebut juga PREMIS. Dengan PREMIS yang baik, kemungkinan besar produser akan tertarik untuk membaca skenario kita dan kemudian memfilmkannya.

Bulan Juli ini, SERUNYA SCRIPTWRITING WORKSHOP kembali mengundangmu hadir dalam workshop seru:
Tema : SERUNYA bikin PREMIS Cerita Film Bioskop
Pengajar : Salman Aristo (penulis skenario film Garuda di Dadaku, Ayat-Ayat Cinta, Laskar pelangi serta produser Queen Bee)
Waktu : Kamis, 16 Juli 2009 pukul 15.00-17.00
Tempat : Ruang Kelas SERUNYA, STC Senayan Lantai 4 nomor 1002 Jakarta.

Syarat mengikuti workshop:
1. belum pernah mengikuti workshop SERUNYA di bulan Juli 2009
2. menyerahkan investasi sebesar 10.000
3. menyerahkan 1 sinopsis cerita film bioskop buatanmu sendiri

Hadiah :
Beasiswa potongan harga Rp. 500.000 untuk mengikuti kursus skenario film panjang bersama Salman Aristo dan hadiah kejutan lainnya...


Workshop terbatas hanya untuk 10 orang. Daftarkan dirimu secepatnya, langsung di sekretariat SERUNYA!


Info dan Pendaftaran
Senin-Kamis (13.00-20.00)
Sabtu (13.00-18.00)
Serunya Scriptwriting Workshop
STC Senayan lantai 4 nomor 1002 Jakarta
021-97007900/081310033524
serunyaserunya@yahoo.com
www.skenario.org

Scriptwriting Workshop

Beberapa dari kita mungkin masih ragu untuk menjadi penulis skenario. Ragu karena merasa tidak punya bakat, ragu karena tidak bisa menulis skenario, ragu karena kata orang profesi penulis tidak se-stabil kerja kantoran.

Bulan Juli ini SERUNYA SCRIPTWRITING WORKSHOP mengundang anda dalam workshop seru:

Tema : "SERUNYA jadi Penulis Skenario Film Bioskop".
Pengajar : Titien Wattimena (penulis skenario film Mengejar Matahari, The Butterfly, LOVE, Tentang Dia, dll)
Waktu : Sabtu, 11 Juli 2009 pukul 14.00-16.00
Tempat : STC Senayan lantai 4 nomor 1002 Jakarta (seberang Senayan City Jakarta).
Investasi : Rp. 10.000 (harga promosi)


Workshop terbatas hanya untuk 10 orang. Jadi segera daftarkan dirimu sekarang juga langsung ke bagian pendaftaran SERUNYA!

Semoga dengan mengikuti workshop ini, keraguan kita terjawab dan kita lebih mantab menjadikan penulis skenario sebagai profesi utama. Atau setidaknya, melalui workshop ini kita bisa tahu betapa serunya menjadi penulis skenario film bioskop.


Info dan pendaftaran:
Selasa-Jumat (13.00-20.00), Sabtu (13.00-18.00), Pemilu Libur.
STC Senayan lantai 4 nomor 1002
Jalan Asia Afrika Jakarta
021-97007900/081310033524
serunyaserunya@yahoo.com
www.skenario.org

Dicari Asisten Penulis Skenario

Dapet informasi dari teman gue bahwa Titien Wattimena sedang mencari 3 orang untuk jadi asisten penulis skenarionya. Syaratnya cukup mudah, yaitu pernah menulis skenario. Tinggal kirim (atau lebih tepatnya kasih/serahkan) skenario yang pernah lo buat ke CCF (Centre Culturel Francais) Salemba di Jakarta Pusat. Waktu penyerahannya cukup singkat, yaitu hari Sabtu tanggal 11 April 2009 dan hanya satu jam, yaitu dari jam 11 siang sampai jam 12 siang. Buru-buru deh siapin. :)

Detail informasinya bisa langsung klik ke multiply serunya scriptwriting. Thanks to Pidi for the info.

From serunya.multiply.com:
Kak Titien Wattimena (penulis skenario film LOVE, Mengejar Matahari, Badai Pasti Berlalu, Tentang Dia) juga sedang mencari 3 orang untuk menjadi assisten penulis skenario.

syaratnya gampang : PERNAH MENULIS SKENARIO (meski belum komersil dan profesional). Dan pastinya penulis yang terpilih akan mendapatkan fee yang sepantasnya. Waktu kerjanya pertengahan April sampai Mei.

Kalau adik-adik ada yang berminat, bisa menyerahkan 5 lembar sampel skenarionya ke meja sekretariat Serunya Scriptwriting Playgroup di :

Tempat : Cafe CCF Salemba,
Tanggal : 11 April 2009 jam 11-12 siang (lewat dari jam 12, skenario tidak diterima).

Contoh Skenario

Gue iseng gali-gali harddisk dan gue nemuin salah satu skenario film pendek gue yang nggak sempet dijadiin film. Walaupun kontennya super duper idealis, tapi sepertinya bisa jadi contoh skenario yang baik buat temen-temen yang mau belajar bikin skenario, karena skenario ini sudah menggunakan format standar skenario seperti yang dijelaskan pada posting-posting gue sebelumnya. Selain itu, di dalamnya juga banyak terdapat elemen-elemen unik untuk menuturkan cerita. Supaya lebih jelas, langsung aja download di sini.

Sekedar info, waktu itu gue bikinnya masih pake Microsoft Word, jadi semuanya masih serba manual. Well, semoga ini bisa membantu. Yang mau komentar atau kasih masukan dipersilakaan. =)

Saya Sudah Punya Skenario Canggih Nih, Ke Mana Saya Harus Jual?

Judul di atas adalah pertanyaan yang sering gue terima di dalam blog ini (walaupun kata "canggih" itu dari gue sendiri sekedar melebih-lebihkan), dan sepertinya jawaban yang jelas sudah ada pada posting sebelumnya. Bisa cek dengan mengklik di sini.

Perlu diketahui bahwa menjual cerita kepada orang yang sama sekali tidak kita kenal itu memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil. Sulit untuk tampil di antara seribu penulis lainnya yang juga berusaha tampil, bukan? Gue yakin banyak di antara kita yang bisa bikin cerita lebih keren daripada sinetron-sinetron kacangan di layar televisi, tapi karena pembuat skenario kacangan itu sudah dikenal baik oleh produser dan sudah menjadi "langganan" karena ia memiliki faktor "rela membodohi masyarakat", "mau dibayar murah", dan lain-lain, maka ia akan dipanggil lagi dan lagi untuk membuat cerita.

Jadi di situlah titik terangnya. Secara perlahan-lahan kita harus membangun koneksi ke arah yang kita inginkan, dan kita harus membuat diri sendiri dikelilingi oleh orang-orang yang dapat menghargai karya tulis kita. Dengan cara itulah tulisan-tulisan kita dapat dikenal dan dengan sendirinya akan datang pekerjaan "menulis skenario" kepada kita. Jika ada teman yang terobsesi jadi sutradara, rajin-rajinlah bergaul dengannya. Mungkin akan tiba saatnya anda diminta untuk membuat skenario (walaupun dengan honor pas-pasan atau bahkan kurang). Simpan skenario masterpiece anda untuk orang yang tepat. Lakukanlah secara bertahap. Mau naik ke lantai 4 kan harus lewat lantai 1, 2 dan 3 dulu.

Dan pada akhirnya kembali lagi gue harus mengingatkan. Seperti sudah gue pajang gede-gede di disclaimer, bahwa menulis (terutama menulis skenario film dan televisi) itu adalah bisnis yang serius. Jangan dijadiin ajang nyari duit aja dong ach. Kalo cuma nyari duit jadi pedagang juga bisa, kan? Semudah logika beli satu jual dua. Menulis skenario tidak semudah jual mimpi/air mata dapat rating. Cuma mereka yang tak bertanggung jawab yang menyebut hal itu mudah dan kemudian tidur nyenyak di malam hari.

Contoh Basic Story II

Sesuai pesanan, ini basic story saya yang lain yang bisa dijadikan contoh. Ingat, jangan ada informasi yang ditahan untuk anda sendiri. Keluarkan semua yang anda miliki dalam tulisan anda. Semoga bermanfaat.


BASIC STORY “SEPERTI GATOTKACA”

William Bunawan (Willy, 10 tahun) adalah seorang anak kecil yang suka menyendiri dan memiliki kemampuan melihat roh dari benda-benda bertuah jika ia memegangnya. Ia bisa mengetahui apakah sebuah benda itu memiliki “isi” atau tidak melalui indra pendengarannya dan dalam jarak tertentu. Jika ia merasa sebuah benda bersuara aneh atau “berbisik” padanya, ia memilih untuk menjauhkan diri.

Setiap pulang sekolah ia biasa menunggu jemputan di taman dekat sekolah dan selalu memerhatikan pedagang tua yang suka menggelar barang-barang wayang di taman yang suka berdongeng kepada anak-anak yang ingin mendengarkan. Bedanya, Willy mendengarkan dongeng tersebut dari jauh, dari bangku taman tempat ia biasa duduk. Dari sana, Willy banyak belajar tentang makna kepahlawanan.

Entah mengapa, absennya pedagang tua itu pada suatu hari membuat Willy merasa kehilangan. Keberadaannya digantikan oleh petugas Kamtib yang mondar-mandir mengelilingi taman. Willy kembali merasa kesepian setiap kali ia menunggu kedatangan jemputannya. Namun, di hari yang sama ia menemukan sarung anak panah di tempat biasanya pedagang tua itu berada, dan benda itu “berbisik” pada Willy. Willy memilih untuk mengacuhkan benda itu, namun anjing liar yang tiba-tiba datang dan menyalak-nyalak membuat Willy harus mengambil sarung anak panah itu dan membela dirinya. Sang anjing pergi, dan roh Gatotkaca (28 tahun) datang, dengan anak panah tertancap di dadanya. Diawali dengan kecanggungan, Willy dan roh Gatotkaca akhirnya bersahabat.

Di salah satu pertemuannya, Willy bertanya mengapa Gatotkaca berani mengorbankan dirinya untuk sebuah kemenangan. Gatotkaca menyangkal bahwa dirinya adalah pemberani, dan bahwa pada saat itu Gatotkaca memang diharuskan berkorban. Willy kini memiliki keraguan apakah suatu saat ia juga harus mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain. Namun, secara tiba-tiba, seekor anjing menyalak-nyalak dan mengejar seorang anak perempuan yang berlari sambil menangis. Melihat kejadian ini, Gatotkaca berkata pada Willy, “bukankah kamu ingin tahu rasanya berkorban?”

Anak perempuan itu kini sudah berada di atas pohon dan menangis, dan anjing di bawahnya. Dengan penuh rasa takut Willy mencoba mengusir anjing itu. Usahanya berakhir dengan kegagalan, dan Willy kini dikejar oleh anjing itu keliling taman. Gatotkaca tertawa, dan anak perempuan di atas pohon berhenti menangis.

Dalam pelariannya, Willy memanjat sebuah pohon dan di atasnya ia bertemu dengan anak perempuan itu. Dengan nafas terengah-engah, ia memperkenalkan diri dengan bangga, “Willy. Pahlawan yang rela berkorban, seperti Gatotkaca!” Anak perempuan tertawa, Gatotkaca tersenyum di sebelahnya.

Tips Waktu Yang Tepat Meletakkan Plot

Pernah kepikiran nggak sih kalo kita lagi nonton film kadang-kadang kita merasa jenuh di tengah-tengah, atau mungkin sedikit bosan di awal, atau ending yang kurang nendang? Film-film Hollywood pun tidak bisa lari dari kenyataan bahwa cerita yang dituturkannya kadang-kadang memiliki timing yang kurang pas dan dapat membuat penonton terlepas dari "pengaruh sihir film", kembali ke dunia nyata.

Pernyataan berikut bisa diperdebatkan, namun secara subyektif saya berpendapat bahwa "kecacatan" dalam bercerita semacam ini lebih sering muncul dalam film-film Indonesia kita yang tercinta, di mana para penulis skenarionya tidak memiliki sense of timing dalam menuturkan cerita. Di salah satu menit dalam film kita dibuat beridentifikasi dengan tokoh utama dan masalah yang sedang ia hadapi, dan di menit berikutnya kita diumpani ke permasalahan lain. Di satu titik kita terharu, dan di titik lain kita sudah lupa dengan keharuan itu. Seakan-akan pembuat skenario tidak dapat membuat penonton mencapai titik "puncak" dan begitu menanjak sedikit selalu kembali ke titik nol. Mereka seperti bingung untuk menentukan kapan karakter utama "diserang" dan kapan "bangkit".

Memang tidak ada formula yang pasti untuk membuat penonton larut dalam cerita yang kita buat, tetapi sedikit kedisiplinan dalam memilih-milih waktu yang tepat untuk menaruh plot ini di menit sekian dan plot itu di menit sekian dapat membantu seorang penulis skenario dalam membangun struktur dramatik yang ia ingin penonton rasakan dalam ceritanya. Outline plot berikut sudah sering digunakan oleh para penulis skenario film-film Hollywood untuk menjaga agar penonton tidak merasa bosan ketika menonton film mereka:

  • Antara Halaman 1-5: Hook, sesuatu yang menarik perhatian kita dan membawa kita masuk ke dalam cerita.
  • Halaman 10: Mini Crisis, krisis kecil yang dialami tokoh utama.
  • Halaman 17: Dilemma, inti dari film. Masalah dan tujuan tokoh utama terlihat di sini. Kalau tokohnya memiliki tim (olahraga atau perang) maka disinilah tim itu dibuat.
  • Halaman 30: Reaction, yaitu reaksi dari tokoh utama terhadap dilema atau situasi yang sedang dihadapi.
  • Halaman 45: First Reversal, pembalikan pertama dari dilema (plot pada menit ke-17). Pada titik ini, karakter masuk ke dalam situasi yang lebih rumit.
  • Halaman 60: Tent Pole, atau "tenda" dari film. Ini adalah masa "istirahat", di mana karakter yang pasif menjadi aktif dan/atau sebaliknya.
  • Halaman 75: Second Reversal, pembalikan kedua dari dilema (plot pada menit ke-17). Poin ini untuk meyakinkan kembali penonton apa sebenarnya inti cerita dari film ini.
  • Halaman 90: Low Point, masa-masa di mana karakter utama berada dalam posisi paling rendah dan harus bangkit.

Perlu diingatkan bahwa 1 halaman format skenario standar sama dengan durasi 1 menit film. Gabungkan outline ini dengan salah satu situasi dramatik dan anda akan mendapatkan cerita yang biasa dituturkan dalam sinema Hollywood klasik.